Oleh : Misbahuddin
Membangun konsep aqidah dalam diri
menunjukan bahwa kita peduli dengan keislaman kita, kita islam bukan saja
karena kita terlahir dari rahim seorang ibu yang islam. Tetapi kita islam harus
dengan kesadaran kita. Bahwa aku islam karena pilihan hidup ku... “ roditu
billahi robba wabil islami diina “ (aku ridha Allah tuhanku, dan islam
agama ku, dan Muhammad nabi dan Rasulku).
Membangun konsep aqidah dengan benar adalah
sumber dari keselamatan hidup kita. Konsep aqidah yang dibangun dari perfektif
al-Qur’an dan assunah dengan menggunakan pemahaman para sahabat Rasulullah
menjadi sebuah patokan. Kenapa harus mengunakan cara pemahaman para sahabat
Rasulullah.? Karena jika kita amati aliran-aliran teologi sempalan didalam
islam baik itu khawarij, syi’ah, jabariyyah, Qodariyyah, dan aliran-aliran
sempalan yang lainnya, mereka berhujjah (menguatkan pendapatnya) dengan
menggunkan dalil-dalil al-qur’an dan al-hadist, akan tetapi ketika mereka
memahami dua hal tersebut mereka menggunakan rasionalisasi sendiri. Dengan meningalkan
pendapat-pendapat yang mu’tabar dikalangan ulama yang berpegah teguh terhadap
ajaran Rasulullah.
Apa jadinya agama ini bila kontek keagamaan
diserahkan kepada rasionalisasi masing-masing orang atau golongan??, niscaya
agama ini akan hancur kawan. maka yang akan selamat adalah orang yang secara
all-out mengiplementasikan pesan-pesan Al-qur’an dan as-sunah dengan pemahaman
para sahabat Rasulullah. Maka sungguh benar sabda Rasulullah “umat yahudi
akan berpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, umata nasrani akan perpecah
belah menjadi tujuh puluh dua golongan dan umat islam akan berpecah belah
menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk neraka keculi satu golongan.
Ketika ditanya siapa yang satu golongan yang selamat itu (al-Firqotun najiyah),
maka beliau menjawab “ mereka adalah orang yang berada diatas ajaranku
pada hari ini dan para sahabat ku (HR.Ahmad).
Filsafat Menjadi Parasit Bagi Aqidah
Ketika Aqidah dicoba diracik dengan ramuan
filsafat niscaya tidak akan ada titik temunya. Atau bahkan menjadikan konsep
iman akan rancu dan melenceng. Karena karakter filsafat mengkaji secara radikal
permasalahan yang ada sampai ke akar-akarnya. Sedangkan masalah aqidah sendiri
bersifat Taufiqiyyah, dalam artian sederhananya aqidah tidak dapat tetapkan
kecuali ada dalil syar’inya. Tidak ada
medan ijtihad atau rasionalisasi terhadap hal tersebut.
Hal-hal yang ghaib kita bisa mengetahuinya
jika ada keterangan sendiri dari Allah atau Rasulullah, akal tidak bisa
menentukan hal tersebut, dia hanya bisa berspekulasi meraba-raba dengan akalnya
yang terbatas. Seperti seorang yang buta yang disuruh menjelaskan hakikat
gajah, maka orang buta yang memegang tulalenya dia berkata gajah itu panjang
dan kenyal dan kulitnya kasar. Berbeda dengan orang yang memegang telinganya,
dia mengtakan gajah itu lebar dan
kenyal.
“ fikirkanlah ciptaan ku dan janganlah kau
fikirkan dzat Ku” dari keterangan ini
ada sebuah pesan tersirat, bahwa akal manusia punya batasan tertentu dalam
mengekplorasi kebenaran. Ketika akal dipaksakan untuk menembus hal-hal yang
diluar jangkauannya maka pasti akan menghasilkan kesimpulan yang melenceng.
Ketika mengukur sesuatu bukan dengan alat yang semestinya maka jangan
diharafkan anda akan mengasilkan sebuah kesimpulan yang benar. Maka untuk
keselamatan ikutilah aturan-aturan main di dalam beragama. Ada suatu hikah yang
bisa dirasionalisasikan dan ada hikmah yang tidak dapat kita rasionalisasikan
karena disebabkan keterbatasan kita.
Aqidah Merupakan Paradigma Pemersatu (Unifying Force).
Lihat para imam
madhab, mereka berbeda dalam masalah fikih tetapi mereka sama dalam hal
mengkonsepsikan Aqidah. Karena framework mereka sama dalam memahami masalah
aqidah, Aqidah adalah maslah ushul yang bersifat taufiqiyyah, apa yang ada
dalilnya mereka imani. Dan jika tidak ada dalilnya mereka tidak memaksakan diri
berspekulasi dengan akal demi kepuasaan diri, karena hal itu bukan memberikan
sebuah keberuntungan tetapi akan mendatangkan murka Allah sendiri. “
Berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganlah kalian bercerai berai!”
(Ali-Imran :103).
“ maka jika
datang kepada mu petunjuk dariku , lalu barang siapa yang mengikuti petunjukku,
ia tidak akan tersesat dan tidak akan tercela “ (Thaha :123).
Disinilah kita
dapati bahwa agama meliki aturan mainnya, itu semua diberikan demi kemaslahatan
manusia itu sendiri. Agama dibawa oleh rasulullah, dan kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya merupakan contoh
iplementasi all-out ajaran islam. Ketika kita berislam tetapi kita lebih suka
mengedepakan fatwa-fatwa para filosof dan mengesempingkan fatwa-fatwa dari
rasulullah dan para ulama maka ada sesuatu yang salah disini... ada sebuah thinkcable
(logika penalaran) yang salah. Seperti halnya kita mengagumi sala seorang seorang
ustadz, katakan ustadz Jefri, tetapi didalam kenyataanya kita lebih banyak
menukil ucapan dan menceritakan hal-ikhwal tentang AA gym... maka sangat aneh
bin ajaib bukan..??.
Setiap Jaman
Akan Terlahir Laskar-Laskar Pembela Aqidah At-Tauhid
Apa yang Allah
janjikan pasti akan terjadi, maka ketika anda membaca sebuah petunjuk pencerah
yang secara langsung ataupun tak langsung diberikan kepada anda, maka follow up
nya terserah anda, jika anda ingin beruntung maka laksanakanlah petunjuk itu
dan jadih The winer yang menjadi penyambung dan pelaksan dari titah-titah
sang sang ilahi.
“ akan senantiasa
ada sekelompok dari umatku yang tegar di atas al-haq, yang tidak terkena mudarat
dari orang yang enggan menolong ataupun
yang menentag mereka, sehingga datanglah keputusan Allah sedangkan mereka tetap
dalam keadaan begitu. (HR.Bukhori).
Mari jadikan diri
kita menjadi laskar-laskar Tauhid agar hidup kita bermakna, dan memberi pencerahan
untuk diri, dan lingkungan kita. Menjadi manusia yang memberikan sebuah mamfaat
bagi orang lain. Salam ikhlas.... ^_*
0 komentar:
Posting Komentar