MEMBONGKAR
ESENSI SEKULARISME
Terpuruknya islam sebagai
sebuah sistem kehidupan yang sempurna didalam kancah pertarungan dunia, bukan
semata-mata faktor dari dalam saja (interen factor ), tetapi ada faktor
luar (extern factor), kita bisa lihat serangan-serang kaum anti islam
melakukan serangan-serangan untuk
menghegemoni umat islam dengan makanan, pashion dan hiburan yang berkiblat ke
barat. Hal itu semua mengadung Virus-virus sekularisme yang terpendam. Disini
telah terjadi psywar (gojul fikri), yang sayangnya
kebanyakan umat islam tidak meyadari bahwa sebenarnya kita sedang bertempur
dengan antek-antek sekularisme yang bergerak sperti kaum undergrown.
Esensi Virus
Sekularisme
Sekularisme dilihat
dari perfektif historisnya lahir dari millieu barat. Virus sekularisme
muncul dan berkembang biak menjadi embrio-embrio sebagai reaksi terhadap
kritinisme pada akhir abad pertengahan. Sekularisme adalah isme (paham atau
aliran) dalam sebuah kultur budaya yang dapat kita identifikasi . Sekularisme
merupakan paham atau aliran yang memusatkan kepada masalah-masalah dunia. Sekularisme
merupakan paham yang sengaja mengasingkan dan menyisihkan peran agama atau
wahyu dari hidup dan kehidupan manusia di dunia ini, secara simplenya, nilai-nilai ilahiyyah jangan di bawa kedalam
ranah dunia, negara dan masyarakat (Endang Saefudin Anshori,1973:7).
Sekularisme
merupakan sebuah pandanagan hidup (way of life) yang menguburkan nilai-nilai agama dari kehidupan manusia,
mereka membatasi bahwa agama cukup ruang lingkupnya di dalam tempat-tempat
peribadatan saja. Nilai-nilai agama jangan ikut campur dalam urusan-urusan
diluar tempat ibadah. Sekuralisme telah mereduksi nilai agama khusunya islam
secara perlahan tetapi pasti. Buktinya
manusia yang mengaku islam tetapi tidak mau mengunakan nilai-nilai islam dalam
mengatur kehidupannya. Bahkan mereka lebih rela diatur oleh aturan-aturan yang
dibuat manusia itu sendiri. Sungguh aneh bukan, aturan dari sang pencipta yang
maha tahu apa yang terbaik untuk hambanya mereka tolak mentah-mentah sedangkan
aturan-aturan yang dibuat manusia yang terbatas mereka rela di atur olehnya.
Jika kita bongkar
akar Sekuralisme sebagai sebuah pandangan hidup (world view), maka kita
akan dapati didalamnya sebuah sistem keyakinan (kepercayaan), sisitem
pemikiran, sisitem filosofis, sistem sains dan sistem idiologi.
Sekuralisme Sebagai
Sebuah Sistem Keyakinan
Esensi
dari sekuralisme adalah menuhankan diri manusia. Bilieve it or not??.
Coba perhatikan dan renungkan pernyataan-pernyataan dari para pemikir yang pembawa
panji sekuralisme.
v
Kaum filosof rasionalis, R.F.
Beerling mengatakan : “ Alam semesta bergantung pada manusia, akal tidak merasa
puas dengan pengetahuan obyektif semata-mata untuk pengetahuan itu, tetapi
berhasrat untuk menguasai dunia alam dan sejarah. Oleh karena keinginan itu,
maka permukaan bumi berubah seperti belum
pernah terjadi sebelumnya “. (abdul Qodir djaelani, sekuralisme
versus islam, hal 2).
v Aliran
naturalis-humanis berpendapat bahwa “hukum-hukum
alam itu adalah bentukan manusia, sehingga mereka meyangkal segala bentuk yang
supranatural, yang berperan sebagai pemberi hukum kepada alam semesta”.
v
Neo kantianisme berpendapat : ‘
hanya fikiran yang dapat menghasilkan yang sah berlaku sebagai wujud, demikian
pikiran itu dapat disebut pencipta dan pembina dunia”.
v Kaum
ilmuan empiris, John lock dan David Home berkata ; “ hanya empiris atau
pengalamn inderawi yang adapat diterima sebagai sumber pengetahuan dan
seklaigus sumber kebenaran”.
v Kaum
mistik (irasional), Henri bergson ; “ bila kita telah menemui diri kita yang
sebenarnya, maka kita akan menemui inti, hakikat dari segala kenyatan kebenaran
yang berada disekitar kita, dan ini adalah prestasi dari intuisi”.
Dari pendapat- penadapat diatas baik kaum pemikir
yang menjadikan rasio sebagai ukuran tertinggi dalam menentukan parameter
kebenaran, kaum ilmuan yang yang menjadikan pengalam indera /empiris sebagai
ukuran tertinggi parameter kebenaran, atau bahkan kaum suffi yang menjadikan
intuisi sebagai ukuran tertinggi dalam menentukan kebenaran tertinggi. Mereka
semua telah menjadikan diri manusia sebagai tuhan, sebab, baik akal yang
bersemayam di dalam otak, pengalaman yang bersemayam di dalam panca indera.
Maupun intusi yang bersemayam di dalam hati, semua itu berada dan berpusat pada
diri manusia. So. manusia sekuler telah menjadikan dirinya sebagai
patokan kebenaran, secara tidak langsung mereka telah menuhankan
dirinya sendiri.
Sekuralisme
sebagai sebuah sistem pemikiran
Sistem pemikiran yang
terkandung dalam sekuralisme adalah anthroposentris (anthro : manusia, sentris
: pusat). Dalam artian menjadikan manusia pusat batu ujian tentang kebenaran
dan kepalsuan memberi kriteria baik dan buruk, indah dan jelek (Ali syariati,
1983, 56).
Apakah
mungkin manusia yang memiliki keterbatasan, mahluk yang tidak luput dari kesalahan
dijadikan patokan kebenaran. Bahkan manusia belum bisa mengekplorasi kedalam
dirinya sendiri secara mendalam. Apalagi dipaksakan menetukan sebuah kebenarah
hakiki. bahkan Manusia masih misteri bagi dirinya sendiri. Jika kita amati
pendapat-penadapa para ahli fikir, filosof ilmuan kita akan dapati pernyataan
itu. Alexis careel : ‘ manusia sebagai yang belum dikenal. (Ali Syariati,
1983, 56)
P. leenhowers ; “ betapa
besar usaha manusia menyelami dirinya dan bermenung tentang dirinya, selain ia
akan berhadapan dengan kegelapan hidupnya, manusia tidak pernah berhasil
menembus nya secara menyeluruh, ia menjadi orang asing bagi dirinya sendiri,
hidupnya penuh dengan misteri “.
Sekuralisme
sebagai sebuah sistem filosofis
Dari sisitem
pemikiran anthrosentris, yaitu menjadikan manusia sumber penentu kebenaran,
penentu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang dikatakan indah dan mana
yang dikatakan buruk, maka sekuraliasme hanya mengandalkan akalnya saja sebgai
satu-satunya narasumber dalam mendaki kebenran hakiki, dengan metode spekulasi,
radikal menukik kepada hal-hal dibalik realitas , semuanya hanay tunduk pada
logika akal, narasumber lainnya seperti
intusi dan empirisme disingkirkan
jauh-jauh.
Jika kita menerawang sejarah ke jaman para filosof
kita akan dapati pendapat-pendapat yang berebeda antara satu flosof dengan
filosof yang lain dalam menginterpretasikan hakikat kebenaran, Thales
menyatakan bahwa hakikat kebenaran dunia ini adalah air, anaximandros
berpendapat apoiron : sesuatu yang tidak serupa dengan apapun, anaximenes
berpendapat udara, Heraklietos berependapat tuhan yang esa yang tidak bergerak
dan mengisi seluruh alam, parmanides berpendapat pikiran, pyhthagoras
berependapat tuhan emperdoklas berpendapat udara, api, air, tanah. (Muhammad hatta,
1958, 5-43).
Pendapat-pendapat
para filosof yunani kuno diatas berebeda dengan para filosof abad modern
seperti plato yang berpendapat bahwa hakikat kebenaran adalah cita, aristoteles
berpendapat entologi, spinosa berependapat subtansi, hegel berepndapat roh,
Karl marx berpendapat perjuangan kelas,
schopenhouer berpendapat kemauan, henri bergson berpendapat elanvital, (Abdul
Qodir Jhaelani, sekularisme versus islam, 1999, 4).
Perbedaan pendapat antara satu pemikran dengan
pemikiran tidak lah aneh dalam dunia filsafat, karena subtansi dari filsafat
adalah berfikir secara radikal tentang hakikat sesuatu. Maka akan lahirlah hasil perenungan yang berbeda, ciri khas dari
filasat adalah perbedaan pedapat, jika
semua filosof mengeluarkan statement yang sama dari hasil ekplorasinya maka
filsafat akan mati. Karena tidak ada lagi kontfrontasi pemikiran. Filsafat hidup
karena adanya konfrontasi antara satu pendapat pemikiran dengan pemikiran yang
lain.
Kegagalan
Sekuralisme Dalam Membina Dunia
Muhammad natsir
berkata “demikian keadaan manusia modern yang
bersifat ilmiah, berjiwa kemanusiaan dan berpendangan hidup sekular itu, yang
dalam suatu jaman lampau mendakwakan dirinya telah memeberi penyelamatan kepada
umat manusia dari apa yang dinamakan
“tiraninya takhayaul agama dan gereja”, kini peradaban modern menyadari
bahwa keadaan tidaklah damai lagi, karena dia dibelenggu nafsu materi yang
tidak ada batasnya dan senantiasa disibukan segala macam ambisi yang tidak
terkendali hampa dari setiap bimbingan spritual, ruang hampa dalam jiwa manusia telah menjerit, meminta
bimbingan spritual , agar membuat kehidupn ini cukup bernilai untuk dijalani.
Dengan kata lain manusia sekerul itu telah mengalami “ kehampaan spritual (spritual vacuum)”,
kelaparan spritual, yang tidak kalah berbahayanya dari kelaparan jasmani, (Muhammad Natsir. 1980, 15-16).
Islam adalah problem solving “ jalan keluar” menuju
kehidupan yang berperadaban tinggi yang menjungjung nilai spritual, nilai
kemanusiaan dan nilai intelektual. Islam
adalah agama yang sudah paripurna, sebuah way of live yang diturunkan
dari sang penguasa alam untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Wallahu A’lam Bishowwab
0 komentar:
Posting Komentar