Sabtu, 24 Maret 2012

Kecintaan kepada Allah


Kecintaan kepada Allah

Ketergantungan cinta kepada sang kholik seharusnta tidak boleh terhalang oleh kecintaan kepada selainnya, baik kecintaan kepada tahta, harta maupun wanita. Kecintaan kepada sang Kholik akan menjadikan jiwa seseorang berpaling dari selainnya. Karena dia menyadari bahwa kecintaan kepada selain Allah adalah kecintaan yang fana, sebuah cinta fatarmogana yang akan hilang seiring berjalannya waktu. Harta yang kita cintai tidak akan mengiringi kita sampai kenegri akhirat, tahta yang kita agungkan di dunia tidak akan menyelamatkan dari hari pembalasan dan wanita yang kita idolakan tidak akan menemani kita masuk kubur ketika kita tidak bernyawa lagi. Semua itu adalah kecintaan yang fana. Hanya kecintaan kepada Allah lah yang akan menyelamatkan kita dan akan membawa kita ketempat yang terindah di negri keabadian.

Rasa cinta yang dalam kepada sang kholik akan membuahkan rasa rindu  dan menimbulkan gejolak yang membakar jiwa. Manusia yang memiliki hati jernih, jiwanya hanya diisi oleh kecintaan kepada Allah swt tidak tetipu dengan kecintaan yang bersifat materi. Tetapi manusia yang arif cintanya menerobos dunia materi. Dia mencintai apa yang dimilikinya bukan berdasarkan kecendrungkan hawa nafsu dan ambisi. Tetapi cintanya berlandaskan kecintaan kepada Allah. Apakah anda mampu membayangkan seseorang yang mencintai segala seseatu karena Allah. Seseungguhnya itulah kecintaan yang seseungguhnya. Semua dilandaskan kerena kecintaanya kepada Allah. Sungguh manusia seperti itu adalah manusia yang unggul. Unggul karena tidak tertipu dengan kecintaan shahwat dan kepentingan diri.

Kecintaan kita kepada manusia seringkali membuat kita terluka, karena manusia adalah mahluk yang tidak luput dari kesalahan. Tetapi rasa sakit tidak akan dialami oleh insan yang mencintai karena Allah swt. Apapun yang terjadi diluar pengaruhnya dia tetep ajeg berdiri bagaikan karang yang berdiri kokoh di lautan. Ya... karena orintasinya adalah Allah swt.

“Aku mencintai kekasihku, tak tercela aku karena cintaku kepadanya, namun mencintai mereka, banyak cela yang aku derita” itulah ucapan Rabiatul adawiyah. Disela-sela kholwatnya bersama sang ilahi.Seseorang yang sudah dekat dengan Allah swt mungkin saja merasakan kecintaan yang sangat khusu sehingga kecintaannya jauh ke luar alam sadar manusia, seorang ahli makrifat sudah tidak lagi berurusan dengan maksiat dan dosa. Dia beristigfar memohon ampunan ketika dia lupa dari mengingat Allah.

Kecintaan yang khusu saat bercumbu dengan Sang ilahi bisa di analogikan dengan seseorang yang sedang menikmati makanan lezat dan minuman yang menyegarkan, saat itu akal tidak lagi berfikir  dan memikirkan bagaimana makanan itu dibulak-balik dalam mulutnya dan bagaimana pula mulutnya mengunyah dan menelannya. jiwanya sudah bersatu denga kelezatan itu sehingga melupakan dirinya dan apapun yang disekitarnya.

Manusia yang memiliki tingkat kesadaran yang tinggi (Arbab Al-Yaqzhah) akan selalu mencurahkan cintanya kepada sang kholik tanpa pernah diminta dan dituntut, rasa cintanya telah tertanam dan tumbuh dengan tulus dari dalam hati,  mereka senantiasa merasakan kenikmatan dan makna hidup yang dalam dan terhindar dari perbudakan dunia, baik ketika dia memilikinya taupun tidak.

Karakter manusia yang hidup dalam kesadaran, mereka selalu meningkatkan semakin baik dari segi kualitas diri dan kehidupannya. Mereka tak mau berhenti dan terpukau dengan fatamorgana dunia. Karena mereka sadar kenikmatan fana dunia pada akhirnya akan berakhir dan bersifat sementara. Jiwanya tidak mau berpeluh keringat untuk mencapai kenikmatan sementara. Tatapi jiwanya mengingninkan kecintaan yang lebih dari itu. Kecintaan kepada sang kholik yang mereka tancapkan di dalam jiwanya, itulah kenikmatan hidup yang sebenarnya. Seperti perkataan Imam Al-Ghozali “bahagia dan kelezatan yang sejati, ialah apabila dapat mengingat Allah, Kelezatan dan kebahagian tertinggi adalah ketika berma’rifatullah karena, kebahigaan dari hal tersebut bersandar pada sesuatu yang maha indah dan maha abadi, berbeda dengan kebahagiaan yang bersandar pada kelezatan dunia semata yang bersifat materi yang semuanya hanya bermuara pada kepuasaan nafsu semata. Dan kebahagiaan karena akibat terpuaskan nafsu bersifat sesaat dan biasanyaa menyesakl yang berkepanjangan. Ketika ketika kita memebrikan segala sesuatu untuk terpuaskan nafsu, maka sang nafsu tidak aka merasa kenyang.

Manusia yang hidup dalam kesadaran senantiasa berfikir tentang hal yang lebih besar, lebih jauh dari yang ada. Mereka jiwanya akan selalu bergerak naik dan menanjak setiap kali mereka melihat sesuatu yang bisa diambil pelajaran darinya. Manusia yang malas dan lalai akan selalu berada dalam kerugian. Akal, hati, dan fikirannya beku dan kaku. Mereka akan selalu di dera kebingungan, kejumudan dan kegelisahan dalam hidupnya.

“ Jika hambaku bertanya tentang aku.. maka katakanlah sesungguhnya aku dekat...
bahkan lebih dekat dari urat leher “

0 komentar:

Posting Komentar