Antara sistym dan noda sejarah
Oleh
: Misbahuddin
“ Manusia Hakikatnya Bebas, tetapi ia
terikat oleh tempat dimana dia berada “ (Aristoteles ).
Manusia
adalah insan yang berfikir dalam kontek Ilmu Mantik, berfikir adalah sebuah
proses “meracik dan meramu data-data
yang ada menjadi sebuah Keilmuan “. Manusia yang sebenarnya hidup adalah
mereka yang semangat idealismenya tetap hidup, semangat nya tetap muda walaupun
dia sudah Tua. Semangat hidup yang akan menjadikan hidup lebih berkualitas. Orang yang mati bukan hanya mereka yang terkubur diatas
tanah melainkan juga mereka yang hidup tetapi semangat dan kemauanya terkubur.
“ mereka yang mati itu bukanlah meraka
yang yang didalam kubur saja, tetapi mereka yang mati juga adalah mereka yang
semangat dan kemuannya terkubur. Mereka adalah mayat hidup. Hidup tetapi
sebenarnya mereka mati. (wujuduhu ka a’damihi )” .
Manusia
yang masih memiliki semangat dan kemauan senantiasa mengupgrade dirinya. Dan
mengupgrade lingkungannya agar sesuai dengan idealismenya yang tergambar jelas dalam benaknnya. Maka
idealisme akan melahirkan sikap proaktif dan jiwa kepemimpinan itu akan timbul
mengalir di dalam dirinya. Karena selama dia punya idealisme dia akan
senantiasa bergerak dan bergerak dikala manusia diam dan terpaku menyambut
kondisi kehidupan. Dari kepemimpinan maka akan lahirlah sebuah sistem sebagai
konsekuensi dari kepemipinan. Sistem sebagai gambaran pola pikir, karakter dan
kedirian dari pemimpin tersebut.
Sistem sebagai sebuah mesin Peng “ eksekusian “
Kemimpinan
akan selalu identik dengan sebuah sistem. Karena kepemimpinann adalah sebuah “ misi suci “ mengerakan manusia untuk mencapai suatu hal. Pemimpin
yang sejati pasti akan membuat sebuah setingan organisasi ( organization
setting ) atau dalam istilah manajementnya adalah sebuah “ sistem “.
Sitem yang dibuat akan menjadi sebuah rujukan untuk mengeksekusi setiap program kerja.
Sistem
adalah mesin pengekskusi dari seorang pemimpin.
sistem harus seirama dan sesuai
dengan sosio Kultur dimana sistem itu akan dijalankan, ketika sistem itu sudah terakulturasi dengan
sosio_kultur Manusia dimana sistem itu akan diaflikasikan, maka akan terciptanya
kualitas gerak yang lebih progresif, Maka seyogyanya kebebasan kita
dalam berfikir dan bergerak harus di sesuiakan dengan sosio_kultur “
kontektualiasi sistem “. Sehingga sistem yang diharapkan akan mengahasilkan
kinerja yang lebih bagus terwujud.. Ada sebuah perkataan dari filosof “ Kita Hakikatnta Bebas, Tetapi Kita Terikat Oleh Aturan
Dimana Kita Berada “.
Dosa dari sebuah sistem
Saya
sependat sebuah perkataan, “ Semangat Saja
Tidak Cukup Untuk Melakukan Perubahan, Tetapi Perubahan Harus Dilandaskan Pada Ilmu
“.
Adakalanya perubahan yang diingankan oleh para pemuda yang masih
semangat membara tidak menghasilkan perubahan yang signifikan yang memiliki prosepek
kedepan. Apalagi perubahan yang dilandaskan pada semangat belaka tanpa menganalisis
terlebih dahulu sosio kultur dimana kita berada.
Sebuah
sistem yang perfect dalam hal apa pun, baik sistem pemerintahan , pemilihan
pemimpin dan lain sebagainya. Mau tidak mau harus harus melihat lebih dalam
sosio kultur budaya yang sudah terbangaun dan latar belakang Manusia dimana kita kan menerapkan sistem
tersebut. Jangan sampai kita “ mencaplok
“ sebuh sistem untuk di aflikasikan dilingkungan kita dengan membabi buta
dengan alasan demi sebuah perubahan. Kekurang cermatan dalam hal itu akan
berdampak pada antusisme para manusia itu sendiri dalam mengikuti gelombang
pergerakan itu sendiri.
Seperti
sistem dalam pemeritahan elit politik kita, ketika sistem itu bagus tetapi
dalam aplikasinya hasilnya Nihil / builsit.
Hanya bagus dalam tatanan konsep tetapi rapuh dalam kenyataan. Maka masyarakat
sudah muak denga omong-omongan, cuap-cuap, konsep yang tinggi yang melanglang buana.
Tetapi, tidak ada hasil yang nyata. Maka tidak heran masyarakat akan jemu dan
bosan akhirnya acuh tak acuh dengan koar-koar para elit polotik.
Noda dan Dosa Sejarah
Setiap
manusia mempunyai sebuah kebebasan. Kebebasan perfikir maupun kebebasan dalam
berbicara asalkan apa yang difikirkan dan apa yang diucapkan adalah sebuah
kebaikan . tulisan ini bertujuan hanya untuk membuka alam fikir dan membuka
kesadaran. Bisa saya yang salah, bisa anda yang benar atau sebaliknya.
Saya
melemparkan analisi wacana tentang Sistem pemilihan yang terlalu “ sempurna “
dalam kontek kethawaliban maka terjadi sebuah kepincangan politik. Idelisme
itu Akan Diperkosa Oleh Sosio-Kultur
Kethawaliban. Karena Thawalib yang masyoritas manusianya berada di dua
dunia ( world
Multidimension ) terpaksa memikul sistem yang hanya cocok untuk
diterapkan di dunia kemahasiswaan yang murni ( world fure university
student ). ( Untuk
Memahami Paragraf Ini Perlu Perenungan Yang Kritis… )
Bukan,
idealisme yang salah. Tetapi bijaknya idelisme itu diterapkan dengan sebuah proses yang panjang “ step by step
“. Dalam kontek managent diri juga, kita
harus melihat apa kelebihan kita dan apa kekurangan kita. Ketika ada ambsisi dan idelasime yang muncul dalam benak kita.
Maka kita harus mengintegrasikan konsep idelaisme kita dengan kekuatan dan
kelemahan kita. Dalam istilah kerenya disebut Analisi SWOT.
Bergerak
dan terus bergerak selama kita masih hidup. Dalam pergerakan pasti ada sebuah
kesalahan. Dan kesalahan itu bisa diminimalisir dengan melakukan sebuah pembukaan
diri ( self opening ) terhadap
masukan-masukan diluar diri kita. Lalu kita
lakukan “ kOntemplasi diri “ dan meraba apa yang ada didepan kita. mana
yang kurang baik, dan mana paling baik dan terakahir EKSEKUSI…………..
Akhir kata. Setiap ada kesulitan ada kemudahan, setiap ada Hujan pasti
ada hari yang cerah. Habis gelap terbitlah terang… dan perguliran itu akan
senantiasa terjadi di alam dan kehidupan ini. Pertanyaanya menjadi apakah
kita??, menjadi pembawa kesulitankah?? Atau pembawa solusi dan kemudahan kah. Pilihan
ada ditangan andsa. To
Be Problem Solver Or to be Trouble Makker ??.
“ Berikanlah Makanan Bayi Kepada Bayi Dan Berikanlah
Makanan Orang Dewasa Kepada Orang Dewas. Jika Terbalik, Maka Akan Terjadi“ Sesuatu.. “.
0 komentar:
Posting Komentar