Membongkar
“Hubungan Mesra”
Antara Bencana Longsor Di Garut VS Teologi
Oleh : Misbahuddin
Malam
sudah memakai jubah hitamnya, sekonyong-konyong terdengar berita di tv mungilku
“ telah terjadi bencana longsor di
garut yang menimbun beberapa rumah warga “ . akupun berkata dalam hati “sungguh
aneh negriku ini”, bencana yang satu belum selesai, bencana yang lain sudah
menyusul. jikalau kita bertafakur sejenak, semenjak presiden tercinta Susilo Bangbang Sudoyono terpilih bencana datang
silih berganti, (coba renungkan wahai sobat jauhar). apa penyebab dari ini
semua??.
Arta Wijaya
seorang penulis lepas, pernah mengatakan ketika menjadi pemateri di sebuah
seminar “negri
indonesia ditimpa berbagai musibah karena presiden kita suka bermain kelenik,
dan saya punya data-datanya, maka tidak heran Allah menurunkan azabnya kepada
negri indonesia”, sebuah statement yang perlu di renungkan oleh kita
selaku insan akedemis yang selalu mencoba melihat segala hal dengan pola“multi
perfektif ” tidak hanya melihat penomena dari satu sisi saja.
Disisi lain Bencana bisa di
akibatkan juga oleh alam itu sendiri “an sich” (alam yang sakit), atau bisa
diakibatkan oleh “ human error ”. SBY
mengatakan “bencana alam, termasuk lumpur
labindo adalah karena penomena alam”. Ada apa gerangan dengan pernyataan beliau, jelas-jelas bencana lumpur lapindo dan di
tanah papua telah tejadi ekploitasi alam secara masif dan destruktif oleh
korporasi asing dan tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, statement
ini sangat tidak logis menyalahkan alam atas bencana yang ada. Yang jika di
tela’ah kebanyakan bencana adalah akibat dari ekplotasi, pengerukan alam,
pencemaran alam yang terjadi secara masif dan sangat berlebihan.
Sebaliknya Masyarakat yang awam kadang menilai bencana itu dari
sudut pandang teologis saja, mereka mengangap bahwa bencana alam datang kerena murka “ Pangeran nu Gusti
Agung” (dibaca: Tuhan) karena banyak manusia berdosa. Teologi semacam ini
tidak lah salah secara seutuhnya. Tetapi
kita di anugrahi akal untuk mengekplorasi secara kritis apa penyebab utama dari
bencana ini, tanpa menghilangkan spritualitas ketuhanan.
Keyakinan bahwa tuhan adalah di
balik semua bencana dan penomena jelas
sangat berbahaya jika kita melihatnya secara teologis. Coz, tuhan akan
dipersalahkan sebagai biang dari segala bencana di dunia, tuhan menjadi
terdakwa (blaming the god), ini lah
dalam term teologi disebut idiologi jabariyyah.
Kemungkaran Berfikir Dalam Memahami Bencana.
sebagian
ada yang mempunyai keyainan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini
adalah karena kehendak tuhan, manusia tidak mempunyai kontribusi dalam setiap
kejadian di alam semesta ini, termasuk bencana yang menimpa indonesia
bertubi-tubi.
Neo
jabariyyah abad 21 telah muncul melanjutkan pemahaman para pendahulunya tentang
hakikat “takdir kehidupan”, manusia ibarat wayang yang dimainkan oleh sang dalang,
wayang tidak bisa berbuat apa pun, sang wayang di gusur paksa menuruti gerak
dan kemauan “Tuhan”.
Jika kita
kita ekplorasi Al-qur’an, kita akan dapati bahwa, segala sesuatu disisi Allah
mempunyai takdirnya (lihat QS.Ar-Rad : 8). Dan di ayat lain dinyatakan ; “dan tuhanmu itu menciptakan apa yang dikehendaki dan
dipilihny, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka “ (QS.Al-Qoshas
:8).
Sayangnya
hujjah diatas difahami secara farsial, mengambil kesimpulan hanya dengan
beberapa ayat al-qur’an tanpa meng- “Thoriqotu
Jam’i” (memadukan ayat-ayat yang dianggap bertentangan dalam sebuah
kesimpulan) di antara ayat-ayat alqur’an, dan membuat pemahaman yang universal
dan integral.
Disisi
lain sebagian intelektual lebih cendrung kepada pemikiran mu’tajilah (free
will) dalam mehami peristiwa, termasuk bencana. bencana hanya dipandang
dari perfektif kemanusiaan saja, maka hasilnya manusia adalah (blaming the
men) sosok yang disalahkan, manusia adalah sebab utama segala peristiwa di
alam ini, coz, manusia mempunyai kehendak yang bebas tanpa campur tangan tuhan
sedikitpun, maka Tuhan tidak memiliki
kontribusi apapun dalam penomena alam dalam perfektif aliran sempalan ini.
Aqidah Tauhid Sebagai Landasan Pundamental Dalam
Kehidupan.
Aqidah
tauhid adalah landasan pertama dalam hidup dan kehidupan kita, karena aqidah
tauhid bagaikan akar pohon yang menghujam kedasar bumi, jika akar itu rontok
maka pohon pun akan tumbang. Jika di dalam diri manusia tidak ada akidah yang
kuat maka hidupnya akan tumbang digerus arus kehidupan.
Jika kita
tela’ah ayat alqur’an kita akan dapati
dua ayat yang menururut perfektif penulis saling melengkapi, pertama “kerusakan di darat dan dilaut yang tampak disebabkan
oleh perbuatan tangan manusia. Maka, sebagai akibat dari perbuatannya
(datanglah bencana) supaya manusia mersakan sebagaian dari ulah perbuatannya
agar mereka kembali ke jalan yang benar’’ (QS.Ar-Rum : 41). Yang
kedua “dan tuhanmu itu menciptakan apa yang
dikehendaki dan dipilihny, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka “
(QS.Al-Qoshas :8). Dua ayat ini menjadi reprentatif bahwa ayat Al-Qur’an ketika
hendak dijadikan paradigma berfikir maka jangan dipahamai secara pasial, dalam
artian memakai satu ayat dengan meninggalkan ayat yang lain. So..!!, didalam
mengekplorasi hikmah dibalik bencana kita meliahatnya dalam dua perfektif,
perfektif Qudrah Tuhan. dan perfektif Sebab-Musabab. Maka paradigma
ini akan menghasilkan seorang manusia yang berakidah lurus dan berakal tajam.
Didalam
QS Al-Baqarah : 30 menegaskan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah
fil ardi (perdana mentrinya Allah), maka jika paradigama kehidupan kita
bertolak dari ayat ini maka kita akan menjalani hidup dan kehidupan ini dnegan
penuh amanah, dan tanggung jawab, karena bumi ini adalah amanat tuhan ayng
diberikan kepada manusia yang harus dipertanggung jawabkan.
Ketika
manusia kehilangan “ paradigma tauhid ”
maka yang akan muncul adalah “ paradigma
kebinatangan ” yang rakus, dan suka berbuat kerusakan. Maka tidak
heran banyak manusia yang melakukan pengeboran, mengeruk, mengekplotasi alam
secara berlebihan tanpa memikirkan akibatnya. Maka tidak heran sang alam pun
murka dan mengirim bencana kepada manusia karena akibat dari tanggan-tangan
“manusia binatang”.
paradigama
tauhid buka hanya sekedar konsep keimanan atau bahan retorika belaka yang jauh dari tindakan nyata. Tetapi
Paradigma bertauhid adalah suplement urgen yang harus di tanam didalam jiwa
sebagai pegangan hidup. dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehar-hari. Wallahu A’lam Bishowwab.
0 komentar:
Posting Komentar