Sabtu, 24 Maret 2012

Membongkar “Hubungan Mesra” Antara Bencana Longsor Di Garut VS Teologi




Membongkar
“Hubungan Mesra”
Antara Bencana Longsor Di Garut VS Teologi
Oleh : Misbahuddin

Malam sudah memakai jubah hitamnya, sekonyong-konyong terdengar berita di tv mungilku  “ telah terjadi bencana longsor di garut yang menimbun beberapa rumah warga “ . akupun berkata dalam hati “sungguh aneh negriku ini”, bencana yang satu belum selesai, bencana yang lain sudah menyusul. jikalau kita bertafakur sejenak, semenjak presiden tercinta Susilo Bangbang Sudoyono terpilih bencana datang silih berganti, (coba renungkan wahai sobat jauhar). apa penyebab dari ini semua??.

            Arta Wijaya seorang penulis lepas, pernah mengatakan ketika menjadi pemateri di sebuah seminar  “negri indonesia ditimpa berbagai musibah karena presiden kita suka bermain kelenik, dan saya punya data-datanya, maka tidak heran Allah menurunkan azabnya kepada negri indonesia”, sebuah statement yang perlu di renungkan oleh kita selaku insan akedemis yang selalu mencoba melihat segala hal dengan pola“multi perfektif ” tidak hanya melihat penomena dari satu sisi saja.

            Disisi lain Bencana bisa di akibatkan juga oleh alam itu sendiri “an sich”  (alam yang sakit), atau bisa diakibatkan oleh “ human error ”. SBY mengatakan “bencana alam, termasuk lumpur labindo adalah karena penomena alam”.  Ada apa gerangan dengan pernyataan beliau,  jelas-jelas bencana lumpur lapindo dan di tanah papua telah tejadi ekploitasi alam secara masif dan destruktif oleh korporasi asing dan tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, statement ini sangat tidak logis menyalahkan alam atas bencana yang ada. Yang jika di tela’ah kebanyakan bencana adalah akibat dari ekplotasi, pengerukan alam, pencemaran alam yang terjadi secara masif dan sangat berlebihan.

            Sebaliknya Masyarakat  yang awam kadang menilai bencana itu dari sudut pandang teologis saja, mereka mengangap bahwa bencana alam  datang kerena murka “ Pangeran nu Gusti Agung” (dibaca: Tuhan) karena banyak manusia berdosa. Teologi semacam ini tidak lah salah secara seutuhnya.  Tetapi kita di anugrahi akal untuk mengekplorasi secara kritis apa penyebab utama dari bencana ini, tanpa menghilangkan spritualitas ketuhanan.

            Keyakinan bahwa tuhan adalah di balik semua bencana dan penomena  jelas sangat berbahaya jika kita melihatnya secara teologis. Coz, tuhan akan dipersalahkan sebagai biang dari segala bencana di dunia, tuhan menjadi terdakwa (blaming the god), ini lah dalam term teologi disebut idiologi jabariyyah.

*      Kemungkaran Berfikir Dalam Memahami Bencana.

sebagian ada yang mempunyai keyainan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah karena kehendak tuhan, manusia tidak mempunyai kontribusi dalam setiap kejadian di alam semesta ini, termasuk bencana yang menimpa indonesia bertubi-tubi.

Neo jabariyyah abad 21 telah muncul melanjutkan pemahaman para pendahulunya tentang hakikat “takdir kehidupan”, manusia ibarat wayang yang dimainkan oleh sang dalang, wayang tidak bisa berbuat apa pun, sang wayang di gusur paksa menuruti gerak dan kemauan “Tuhan”.

Jika kita kita ekplorasi Al-qur’an, kita akan dapati bahwa, segala sesuatu disisi Allah mempunyai takdirnya (lihat QS.Ar-Rad : 8). Dan di ayat lain dinyatakan ; “dan tuhanmu itu menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilihny, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka “ (QS.Al-Qoshas :8).

Sayangnya hujjah diatas difahami secara farsial, mengambil kesimpulan hanya dengan beberapa ayat al-qur’an tanpa meng- “Thoriqotu Jam’i” (memadukan ayat-ayat yang dianggap bertentangan dalam sebuah kesimpulan) di antara ayat-ayat alqur’an, dan membuat pemahaman yang universal dan integral.

Disisi lain sebagian intelektual lebih cendrung kepada pemikiran mu’tajilah (free will) dalam mehami peristiwa, termasuk bencana. bencana hanya dipandang dari perfektif kemanusiaan saja, maka hasilnya manusia adalah (blaming the men) sosok yang disalahkan, manusia adalah sebab utama segala peristiwa di alam ini, coz, manusia mempunyai kehendak yang bebas tanpa campur tangan tuhan sedikitpun,  maka Tuhan tidak memiliki kontribusi apapun dalam penomena alam dalam perfektif  aliran sempalan ini.

*      Aqidah Tauhid Sebagai Landasan Pundamental Dalam Kehidupan.

Aqidah tauhid adalah landasan pertama dalam hidup dan kehidupan kita, karena aqidah tauhid bagaikan akar pohon yang menghujam kedasar bumi, jika akar itu rontok maka pohon pun akan tumbang. Jika di dalam diri manusia tidak ada akidah yang kuat maka hidupnya akan tumbang digerus arus kehidupan.

Jika kita tela’ah ayat alqur’an  kita akan dapati dua ayat yang menururut perfektif penulis saling melengkapi, pertama “kerusakan di darat dan dilaut yang tampak disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Maka, sebagai akibat dari perbuatannya (datanglah bencana) supaya manusia mersakan sebagaian dari ulah perbuatannya agar mereka kembali ke jalan yang benar’’ (QS.Ar-Rum : 41). Yang kedua “dan tuhanmu itu menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilihny, sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka “ (QS.Al-Qoshas :8). Dua ayat ini menjadi reprentatif bahwa ayat Al-Qur’an ketika hendak dijadikan paradigma berfikir maka jangan dipahamai secara pasial, dalam artian memakai satu ayat dengan meninggalkan ayat yang lain. So..!!, didalam mengekplorasi hikmah dibalik bencana kita meliahatnya dalam dua perfektif, perfektif Qudrah Tuhan. dan perfektif Sebab-Musabab. Maka paradigma ini akan menghasilkan seorang manusia yang berakidah lurus dan berakal tajam.

Didalam QS Al-Baqarah : 30 menegaskan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah fil ardi (perdana mentrinya Allah), maka jika paradigama kehidupan kita bertolak dari ayat ini maka kita akan menjalani hidup dan kehidupan ini dnegan penuh amanah, dan tanggung jawab, karena bumi ini adalah amanat tuhan ayng diberikan kepada manusia yang harus dipertanggung jawabkan.

Ketika manusia kehilangan “ paradigma tauhid ” maka yang akan muncul adalah    “ paradigma kebinatangan ” yang rakus, dan suka berbuat kerusakan. Maka tidak heran banyak manusia yang melakukan pengeboran, mengeruk, mengekplotasi alam secara berlebihan tanpa memikirkan akibatnya. Maka tidak heran sang alam pun murka dan mengirim bencana kepada manusia karena akibat dari tanggan-tangan “manusia binatang”.

paradigama tauhid buka hanya sekedar konsep keimanan atau bahan retorika belaka  yang jauh dari tindakan nyata. Tetapi Paradigma bertauhid adalah suplement urgen yang harus di tanam didalam jiwa sebagai pegangan hidup. dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehar-hari.  Wallahu A’lam Bishowwab.

0 komentar:

Posting Komentar