Sabtu, 24 Maret 2012

Karakteristik Kepemimpinan Politik Islam




Karakteristik
Kepemimpinan Politik Islam
Oleh : Misbahuddin

Kepemimpinan politik islam adalah kepemimpinan yang unik. Islam sebagai sebuah worldview mampu menggabungkan kepemimpinan yang bersifat horizontal dengan kepemimpinan yang bersifat vertikal, atau istilah lain kepemimpinan yang mengagabungkan kepemimpinan dunia dengan kepemimpinan akhirat.sebagaimana yang dikatakan Imam Al-Gojali, bahwa islam dan negara adalah ibarat dua saudara kembar.islam adalah aqidah spritual dan aqidah siyasah/politk.

Berlainan dengan worldview lain di dunia ini yang hanya mampu memenuhi satu unsur, dunia saja atau akhirat saja. Agama-agama selain islam  hanya mengatur hubungan antara individu dengan tuhannya, tidak mengatur hubungan sosial secara sempurna di masyarakat yang tertuang dalam aturan politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.

Idiologi sekuler maupun komunis justru menafikan tuhan dalam ranah politik, atau tidak  memberi tuhan kesempatan untuk  mengatur kehidupan. Dengan demikian, hanya islam yang memiliki sebuah konsep kepemimipinan politik menuju kebahagiaan akhirat dengan tidak mengesampingkan kepemimipinan dunia untuk mencapai sebuah kemaslahatan hidup manusia. Baik kemaslahatan itu untuk muslim atau pun non muslim, sebagaimana ketika terwujud sebuah negara islam di madinah yang dipinpin oleh nabi Muhamad langsung sebagai pemimpin agama, sekaligus pemimipin kepala negara.
Secara ringkas, karakteristik kepemimpinan politik islam dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.      Kemepimpinan Islam Ditegakan Untuk Menerapakan Hukum Allah.
Tidak seperti kepemimipinan di dalam sisitem demokrasi yang dimana kepemimpinan tegak untuk menerapkan kehendak rakyat, yang populer dengan istilah “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat ”, kepemimimpinan islam ditegakan untuk menjalankan kehendak-kehendak Allah yang tertuang dalam syariatnya secara kaffah, Allah berfirman :

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.(QS. Al-Maidah : 44) “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq”.(QS. Al-Maidah : 47) “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dholim”.(QS. Al-Maidah : 45)

Dalam demokrasi, aturan dibuat berdasarkan kehendak dan kesepakatan rakyat  melalui wakil-wakil mereka di parlemen. Kedaulatan dan kekuasaan dalam demokrasi adalah milik rakyat. Suara rakyat adalah suara tuhan.

Adapun dalam islam, kekuasaan memang milik rakyat yang akan mempercayakan kepada siapakah tonggak kepemimpinan itu diberikan kepada salaseorang diantara mereka untuk menjadi pemimipin. Tetapi kedaulatan dalam islam hanya milik Allah swt, apa-apa yang digariskan oleh-NYA maka konsensus manusia tidak dapat membatalkannya, manusia berhaq berkonsensus terhadap apa-apa yang tidak Allah atur di dalam syariatnya.
Allah berfirman : “sesungguhnya haq membuat hukum adalah hanya milik Allah swt” (QS,Yusuf : 40).

Oleh karena itu, pemimpin diangkat dan dibai’at oleh rakyat untuk menerapkan hukum-hukum Allah tersebut. Tidak ada sebuah batasan yang jelas. Karena itu hal ini merupakan indikasi bahwa hukum Allah itu harus di jalankan dalam perbagai hal dan seleuruh aspek kehidupan. Tanpa seorang penguasa yang menjalankan hukum Allah. Banyak aturan islam yang akan “tersingkirkan” jika tidak ada pemimpin yang menerapakannya dalam level politik atau kekuasaan negara.

2.      Kepemimpinan islam adalah kepemimpinan tunggal
Dalam khazanah politik islam tidak dikenal adanya pembagian kekuasaan. Kekuasaan berada ditangan khalifah mutlaq. Seluruh kaum muslimin wajib taat dan menyerahkan loyalitasnya hanya kepada seorang pemimpin saja, yaitu imam yang telah dibai’at secara sah. Rasullulah bersabda :

“siapakah yang telah membai’at seorang imam/kholifah, lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaknya ia mentaatinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain hendak merebutnya (kekuasaan itu) maka penggallah leher orang itu”.(HR.Muslim)

“apabila dibai’at dua orang kholifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya” (HR.Muslim).

“siapakah saja yang datang kepadamu sekalian, sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang kholifah, kemudian ia ingin memecah belah kesatuan jamaah kalian, maka bunhlah dia. (HR>Muslim).

Dengan keterangan diatas maka jelaslah bahwa kepemimpinan dalam islam bersifat tunggal, tidak ada pembagian kekuasaan (separation of power) di  dalam islam, sebagaimana konsep trias politika dalam pemerintahan demokrasi. Tanggung jawab kepengurusan masyrakat ada di pundak imam/ kholifah yang sah, yang ada adalah pendelegasian tugas oleh kholifah kepada pihak-pihak tertentu untuk membantu tanggung jawabnya dalam memimpin negara,seperti adanya para mu’awin, wali, dan amil, dll.

3.      Kepemimpinan islam bersifat universal

Kepemimpinan islam tidaklah bersifat lokal atau regional, melainkan, ruang lingkupnya internasional atau universal. Dengan adanya seruan dakwah dan jihad yang menjadi asas politik  luar negri negara islam, maka sanagat memungkinkan batas wilayah negara islam akan selalu melebar  sehingga bisa mencakup seluruh dunia. Allah swt berfirman : “dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada uamat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pembawa berita peringatan, tetapi kebanayakan manusia tidak mengetahuinya”. (QS. Saba : 28)
Rasullulah saw bersabda “Aku diutus untuk bangsa yang berkulit merah hingga berkulit hitam”. (HR.Imam Ahmad).

Maka tidak mengherankan, apabila para pengemban dakwah bisa mencakup seluruh dunia, sebagaimana sampainya risalah islam ke negri indonesia melalui para pengemban dakwah islam yang dikirm kholifah melalui amilnya. Untuk mewujudkan Al-lislam  yang menjadi rahmatan lil a’lamin dengan menyeru manusia kepada islam atau  minimalnya bergabung menjadi warga negara islam, karena negara islam mengakui warga negara non muslim (ahlu dzimah) dalam wilayahnya dengan jaminan terjaganaya darah, harta  dan kehormatan mereka.

Mudah-mudahan tulisan ini bisa menambah khazanah pemikiran politik kita, dan bisa menjadi study comparatif untuk mengimbangi konsep-konsep pemikiran politik sekuler dan liberal yang tidak terasa sudah mencekoki para generasi muda, bahkan generasi muda yang mempunyai label “mahasiswa islam”. Sehingga mereka lebih bangga terhadap teori-teori dan konsep-konsep pemikiran yang datangnya dari barat tanpa melakukan “rekontruksi konsep” dan menelan bulat-bulat apa-apa yang datang dari barat (take for granted) tanpa tindakan yang kritis.wallahu a’lab bishowwab.. (to be continiued)

0 komentar:

Posting Komentar