Islamisasi sains
Oleh
: misbahuddin
Mengetahui
esensi dan subtansi dari “ islamisai sains” hal sang sangat pundamental
sekali menurut perfektip penulis untuk para
mahasiswa kependidikan islam ( KI
), coz mereka akan bercumbu rayu dengan
anak-anak generasi bangsa , mentarbiyyah mereka, membing-bing mereka mereka , so.... disana ada proses pembinaan
mental ( caracter building ), maka dalam proses tarbiyyah tadi harus di
adakan islamisai sains secara sistematis
yang di internalisasikan pada anak didik sebagai pembentukan diri menuju
kepada ketahudin yang kokoh ( the strong faith ) , semakin mereka memperdalam sains
atau teknologi mereka akan semakin dalam mengenal rabb mereka, tidak sebaliknya
mereka semakin menjauh dari rabb mereka, karena menggali dan mempelajari sains
dengan pola konsep pendidikan berdasarkan sistem berfikir ( framework
) dan sudut pandang ( worldfew )
barat yang sekuler.
Kata “ islamisai sains” sudah pernah nyaring menggema di indonesia
pada era 1980-an, tapi redup sejalan dengan ketidak jelasan konsep dan
pengembangannya,. Bahkan sering timbul kesalaha
pahaman. Apa sebenarnya” islamisai sains” itu ?.
Secara umum ,ada lima arus utama wacana
islamisai sains,
pertama , islamiasasi sains dengan pendekatan instrumentalistik,
yaitu pandangan yang menganggap
ilmu atau sains hanya sebagai alat ( instrumen
), artinya, sains terutama teknologi sekedar alat untuk mencapai tujuan,
tidak memperdulikan sipat dari sains tersebut selama ia bermampaat bagi
pemiliknya.
Pendekatan ini muncul dengan asumsi bahwa barat maju dan dapat
menguasi dan menghegemoni wilayah islam
dengan kekutan sains dan teknologinya. Coz untuk mengimbangi barat, kaum muslim
harus mengusai sains dan teknologi. So ... islamisasi disini bagaimana umat islam dapat mengusai kemajuan yang
telah dikuasi barat.
Kedua, isalmisai dengan konsep justifikasi , artinya, penemuan
ilmu modern, terutama di bibidang ilmu-ilmu alam diberikan justifikasi (pembenaran) melalui ayat al-qur’an dan
al-hadist. Metodologinya adalah dengan cara
mengukur kebenaran Al-Qur’an dengan fakta-fakta objektip dalam sains modern.Tokoh
yang populer mengembangan metode ini adalah Maurice bucaille,Harun yahya,
Zaghlul An-Najjar,Afjalur rahman dll.
Ketiga, islamisasi
sains dengan pendekatan sakralisasi.
Ide ini dikembangkan oleh seyyed hossein nasr. Baginya sains modern yang sekarang ini bersipat sekuler dan jauh
dari nilai-nilai spritual sehingga perlu
di lakukan sakralisasi. Tapi metode pendekatan (approach metode) nasr ini
kalau di selidki lebih dalam maka kita
akan melihat bahwa konsep ini (sakralisasi sains) dibangun atas dasar konsep semua agama sama
pada level esoterisnya (batin), yang seharusnya islamisasi sains dibangun dan
dikembangkan di atas kebenaran islam. Sains sakral menafikan keunikan islam
karena menurutnya keunikan adalah milik semua agama, maka metode sakralisasi
ini akan tepat sebagai konsep islamisasi
sains jika nilai dan unsur kesakralanya
didasarkan pada nilai-nilai islam
yang haq.
Keempat, islamisasi sains melalui proses integrasi,
yaitu, mengintegrasikan sains barat dengan
ilmu-ilmu islam. Ide ini dikemukakan oleh imail Al-faruqi.menurutnya,
akar dari kemundururan umat islam dibebagai dimensi karena dualisme sistem
pendidikan.disatu sisi, sistem pendidikan
islammengalami penyempitan makna dalam berbagai dimensi, sedangkan
disisi lain, pendidikan sekuler sangat mewarnai pemikiran kaum muslimin.
Al-faruqi menyimpulkan sistem pendidikan harus dibenahi dan dualisme
pendidikan harus dihapuskan dan
menyatukan nya dalam bingkai ketauhidan yang bersipat integral dari paradigmanya. Al-Faruqi menjelaskan pengertian islamisasi sains sebagai usaha yaitu, “memberikan definisi baru, mengatur data-data
mengevaluasi data-data , memikirkan lagi
jalan pemikiran dan menghubungkan data-data, mengevaluasi kembali
kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sehingga
disiplin-disiplin itu memperkaya
shaqofah (wawasan ) islam, dad bermampaat bagi cita-cita islam”.
Kelima, konsep islamisasi sains yang paling
mendasar dan menyentuh akar permasalahan
sains adalah islamisasi yang berlandaskan paradigma islam. Ide ini pertama kali
di sampaikan oleh syed muhammad naquib
Al-attas. Menurutnya tangtangan terbesar yang dihadapi kaum
muslimin adalah ilmu pengetahuan modern
yang tidak netral telah merasuk kedalam praduga-praduga agama, budaya dan
filosofis yang berasal dari repleksi kesadaran dan
pengalaman manusia barat. So.... islamisasi sains harus dimulai dengan
membongkar sumber kerusakan ilmu.
Ilmu-ilmu modern harus diperiksa ulang dengan teliti.al-Attas mengartikan
islamisasi sains sebagai “pembebasan manusia
dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan
dengan islam) dan dari belenggu sekuler terhadap pemikiran dan bahasa,juga
pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cendrung sekuler dan tidak adil tarhadaphaqiqat diri atau
jiwannya............islamisasi adalah proses menuju bentuk asalnya ..” ( islam dan sekularisme 2010 )
So.....islamisasi ada dua tahap yang
dilakukan dengan sistematis , pertama ,ialah, melakuakan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep yang
pundamental yang membentuk budaya dan pedaban barat (west civilization).kedua,ialah,
memasuakan unsur-unsur yang pundamental
dari esensi islam kedalam setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang
relevan.
Konsep-konsep diatas adalah tugas suci para ilmuan muslim kita dan
para guru-guru kita yang bergelut dalam
spesifik itu. mungkin agak sulit
apabila direplesikan untuk waktu
sekarang ini oleh mahasiswa-mahasiswa “Fublisistik Thawalib”, khususnya
anak-anak kependidikan islam (KI) yang bergelut di dunia pendidikan. tetapi ada
metode sederhana (simple approach )
yang penulis tawarkan, yaitu “islamisasi” dengan menyisipkan secara halus esensi-esensi ajaran
islam pada segala pembahasan-pembahasan mata pelajaran yang di berikan pada anak didik ketika proses pelajaran berlangsung. So...mata pelajaran
yang tadinya netral ( value-free ) bahkan sekuler, bisa
diislamisasikan dengan menumbuhkan didalamnya idiologi islam yang di barengengi
dengan study comparatif yang akan
menjadikan anak didik luas dalam pengetahuan mereka, dengan tidak meninggalkan
hal yang sangat fundamental yaitu “keregiliusan” dalam memandang sesuatu.. Wallhu A’lam bishowwab.
0 komentar:
Posting Komentar