Jumat, 12 Oktober 2012

Mengukur keimanan


Mengukur keimanan
 Bisakah keimanan kita diukur?. Tentu bisa donk!. Kualitas keimanan kita bisa diukur oleh diri kita dengan cara mengintropeksi diri atau muhasabah. Setelah melakukan “ kontemplasi “ kita akan mengetahui kualitas keimanan kita, kualitas keimanan tidak bisa dinilai dengan penampilan yang tampak dari seoarng manusia. Tetapi salah juga yang mengatakan keimanan itu dihati tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang nampak dari diri manusia. Karena iman adalah perbuatan hati dan perbuatan amal.
            
Qoidah para ulama mengatakan tentang konsep keimanan yang benar, iman adalah, “ ucapan hati dan ucapan lisan, perbuatan hati dan perbuatan anggota badan. Jadi iman adalah pembenaran hati yang sekaligus diikuti dengan pembenaran anggota badan untuk melakukan hal benar itu.  Karena ISlam ini ada aturan yang harus dibenarkan dan diamalkan oleh hati, ada yang harus dibenarkan dan diamalkan oleh anggota badan, seperti perintah sholat, zakat, menutup aurat dan yang lainnya yang bersifat aturan fisik. 
            
Kemalasan kita melaksankan sholat, merupakan pertanda kualitas keimanan kita. Ketika kita beramal kebaikan karena ingin dipuja dan dipuji manusia. Maka itu adalah sebuah gambaran keimanan kita yang belum 100 %.  Karena dalam hati kita masih menyisakan tempat untuk sesuatu selain allah.
            
Sungguh indah hidup ini, jika yang menjadi tujuan aktivitas kita semua dipersembahkan untuk Allah semata. Saya yakin jika kehidupan kita didasarkan karena Allah dan untuk Allah semata, maka hal itu yang akan memberikan sebuah “ cita rasa “ kehidupan yang begitu nikmat. Seperti Syekh Ibnu Taimiyyah, ketika beliau didholimi, dimasukan ke penjara, tetapi, beliau tetap merasakan kedaiman dan kenikmatan hidup. “ biarlah jasad ini kalian penjara, tetapi kalian tidak bisa memenjarakan jiwa untuk mencicipi nikmatnya syurga yang ada dalam hatiku”. Kira-kira seperti itu ungkapan Ibnu Taimiyyah ketika dimasukan ke penjara.  
           
Perkataan yang begitu luar biasa yang menghentakan jiwa ini untuk senantiasa melek dan terbangaun. Hati yang selalu dekat dengan Allah pasti akan selalu damai dan mendamaikan, hati yang akan tenang dan menenangkan. Hati yang bersih akan membersihkan hati-hati yang kotor. Mudah-mudahan hati kita bisa seperti itu. Sungguh maha benar Allah dengan segala firmannya.

“ sungguh beruntung manusia yang mensucikan jiwanya, dan sungguh rugi manusia yang mengotorinya “                 _as-syam : 9-10 _
           
Kebersihan jiwa adalah penentu kebahagiaan hidup, ketenangan hidup. Karena jiwa yang bersih akan diisi dengan hikmah-hikmah ilahiyah, kata-kata yang dikeluarkan dari jiwa yang bersih penuh dengan makna, penuh dengan hikmah kedamaian. Seperti para sahabat Rasulullah, jika kita amati kehidupan para sahabat Rasulullah mereka begitu menikmati keimanan dan keislamam itu. Contoh kecil Sayyidina Ali ketika tertusuk panah \ dikakkinya. Lalu salah satu sahabat ingin mencabut anak panah itu. Apa yang dilakukan ali?. Ali sholat dengan khusu’ dan sahabat tadi mencabut panah itu. Dan sungguh luar biasa kenikmatan sholat mengalahkan rasa sakit ketika panah itu dicabut dari kakinya. Sungguh gambaran dari manisnya keimanan. Manisnya kehidupan jika hati ini full 100% cinta kepada allah. Allahu akbar !!!, kita masih jauh kawan, kita masih jauh dari “ thobaqot “ / tingkatan manusia-mansuia seperti itu.

KITA SANG MUNAPIQ ??
           
Sudah benarkah islam kita? sudah benarkan keislaman kita?. Mari merenung sejenak di sepinya malam agar kita bisa melihat diri kita apa adanya. melihat menengok keimanan kita, menengok keislaman kita. kenapa kita harus menengok keimanan dan keislaman kita??.  karena kehidupan kita ini akan diminta pertanggung jawabanya oleh Allah. bukankah kita mengetahui bahwa tujuan dari diciptakanya manusia dan jin adalah untuk beribadah kepadanya.
            
Kehidupan ini ibarat ladang, tempat bercocok tanam, jika kita menebar benih-beinh kebaikan insallah di Akhirat kelak benih kebaikan itu berbuah pahala syurga, jika benih kebaikan itu ditebar karena mengharap keridhoaannya.
           
Islam murni dan islam keturunan. kita islam karena pilihan hidup kita??, atau kita islam karena orang tua kita Islam. yang mengetahui jawaban adalah diri kita sendiri.  kita menyisihkan waktu untuk Allah berapa menitkah dari 24 jam sehari ini. sholat lima waktu berapa menitkah kita menunaikannya, menelaah Al-Qur’an berapa menitkah kita meyediakan waktu. Sholat Tahajud sebagai manivestasi kerinduan dan kecintaan kepada Allah, berapa kali kita tahajud dalam seminggu. wow ... itulah KITA KAWAN !!. bandingkan dengan aktivitas kita yang lainya. bekerja. ngerumpi, makan dan lain sebagainya. woh ... begitu amat jauh berbeda. waktu untuk dunia dan sendau gurau lebih banyak dari pada waktu untuk “ bercinta “ dengan Allah, baik dengan Sholat Tahajud, menela’ah Al-Qur’an, dzikir dan amal-amal yang lainnya. jika kita tidak meyibukan diri dengan kebaikan, maka hal-hal yang sia-sia akan meyibukan kita.

Menyibak Tabir Ilahi
            
Sungguh indah, sebuah status FB dari kyai Abdullah Gimantiar, saya kutif untuk memberikan setruman kedasar jiwa kita yang sedang tertidur dan terlalaikan oleh dunia dan pernak perniknya.

“» Penyebab Sulit Dekat dengan Alloh «

Adalah sibuknya mencari kedudukan di hati manusia
Semakin ingin dipuji,
Ingin diakui kemampuannya,
Ingin diketahui keluasan ilmunya
Ingin dikagumi "kelebihan-kelebihan"nya
Ingin dianggap sebagai orang yg sabar dan tabah
Ingin diakui dan dihargai sebagai orang yg berjasa,
Da lain-lain..

Semakin kuat keinginan kita untuk berkedudukan di hati makhluk, berarti kita tak   peduli dengan kedudukan di sisi Alloh
 
Padahal kecukupan, kebahagiaan dan kemuliaan hanya akan ada bagi orang yang             berkedudukan di sisi-Nya,

Dia-lah satu-satunya penguasa segala karunia, amat mudah bagi-Nya mengangkat dan memberi kedudukan di hati makhluk, namun semua itu adlah urusan-Nya bukan urusan kita
Urusan kita adalah fokus hanya mencari ridho-Nya dari sekecil apapun yang kita lakukan
Hasbunalloh wani'mal wakiil ni'mal maulaa wa ni'mannashiir
            
Sebaik-baiknya perkataan adalah perkataan yang mendekatkan kita kepada Allah, dan seburuk-buruknya perkataan adalah perkataan yang melalaikan diri dari mengingat Allah.  jika hati kita bersih pastilah cahaya ilahi menyinari hati kita, tetapi jika hati kita kotor dan begitu tebal dari debu-debu kemaksiatan, kelalain. maka akan kah hati itu merasakan kedamaian dan ketenangan hidup??. kedamaian dan kebahagiaan yang abadi adalah kebahagiaan yang disandarkan kepada Allah semata. hati yang memilki prinsip hidup “ Allahu Ghoyatuna “. Allah tujuan kami. MANTAP !!. semoga kita bisa.
           
Mudah-mudahan Tulisan ini bermampaat untuk diriku dan untuk dirimu kawan  ^_^

0 komentar:

Posting Komentar