Hal-Ikhwal Tentang Shaum
RUKUN SAUM
1.
Berniat Shaum sejak malam ( tidak perlu dilafadzkan,
Cukup dihati saja. Karena Allah maha mengetahui )
" Dan tidaklah
mereka disuruh, kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlashkan
ketaatan untukNya " ( Al-Bayyinah :5)
"Rasulullah saw.
bersabda : Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat, dan setiap orang
mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkan." ( H.R Bukhary
dan Muslim).
2.
Menahan makan,
minum, ( sensor #### untuk yang sudah nikah ,(Jima') dengan isteri di siang
hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari ( Maghrib).
. "... dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai malam...( AL-Baqarah
:187).
"Adiy bin Hatim
berkata : Ketika turun ayat ; artinya (...hingga jelas bagimu benang putih dari
benang hitam...), lalu aku mengambil seutas benang hitam dan seutas benang
putih, lalu kedua utas benang itu akau simpan dibawah bantalku. Maka pada waktu malam saya amati, tetapi tidak tampak
jelas, maka saya pergi menemui Rasulullah saw. Dan saya ceritakan hal ini
kepada beliau. Beliapun bersabda: Yang dimaksud adalah gelapnya malam dan
terangnya siang (fajar). " ( H.R. Bukhary Muslim).
YANG DIWAJIBKAN SAUM RAMADHAN.
1.
Beriman
"Wahai orang-orang yang beriman
diwajibkan atas kamu sekalian untuk puasa, sebagaimana yang telah diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa. " ( Al-Baqarah
: 183)
2.
setiap orang beriman baik lelaki maupun wanita yang
sudah baligh/dewasa dan sehat akal /sadar.
"Diriwayatkan
dari Ali ra., ia berkata : Sesungguhnya nabi saw telah bersabda : telah
diangkat pena ( kewajiban syar'i/ taklif) dari tiga golongan .Dari orang gila
sehingga dia sembuh - dari orang tidur sehingga bangun - dari
anak-anak sampai ia bermimpi / dewasa." ( H.R. Ahmad, Abu Dawud, danTirmidzi).
YANG DILARANG PUASA
ü Wanita Yang
Sedang Haidh
"Diriwayatkan
dari 'Aisyah ra. ia berkata : Disaat kami haidh di masa Rasulullah saw, kami
dilarang puasa dan diperintahkan mengqadhanya, dan kami tidak diperintah mengqadha Shalat "(
H.R Bukhary Muslim).
Keterangan di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa
wanita yang sedang haidh dilarang puasa sampai habis masa haidhnya, lalu
melanjutkan puasanya. Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag
ditinggalkannya selama dalam haidh.
YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK TIDAK PUASA
RAMADHAN
a) Orang Yang
Wajib Qodho Shaum
1. Orang yang
musafir
maka ditetapkanlah kewajiban puasa bagi setiap orang yang mukim dan
sehat dan diberi rukhsah ( keringanan) untuk orang yang sakit dan bermusafir
dan ditetapkan cukup memberi makan orang misikin bagi oran yang sudah sangat
tua dan tidak mampu puasa. " ( HR. Ahmad, Abu Dawud, AL-Baihaqi dengan
sanad shahih).
"Diriwayatkan
dari Hamzah Al-Islamy : Wahai Rasulullah, aku dapati bahwa diriku kuat untuk
puasa dalam safar, berdosakah saya ? Maka beliau bersabda :
hal itu adalah
merupakan kemurahan dari Allah Ta'ala, maka barangsiapa yang menggunakannya
maka itu suatu kebaikan dan barangsiapa yang lebih suka untuk terus puasa maka
tidak ada dosa baginya " ( H.R.Muslim).
2.
Orang sakit punya harapan sembuh
Dalil sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad diatas. ( dalil untuk orang musafir )
b)
Orang yang wajib fidyah
1.
Wanita hamil dan menyusui
"Ucapan
Ibnu Abbas : wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila khawatir atas
kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak puasa dan cukup membayar fidyah
memberi makan orang miskin " ( Riwayat Abu Dawud
). Shahih
"Diriwayatkan dari
Nafi' dari Ibnu Umar: Bahwa sesungguhnya istrinya bertanya kepadanya ( tentang
puasa Ramadhan ), sedang ia dalam keadaan hamil. Maka ia menjawab : Berbukalah dan berilah makan sehari
seorang miskin dan tidak usah mengqadha puasa ." (Riwayat Baihaqi) Shahih.
2.
Orang tua yang
Jompo
Orang
yang tua (jompo). Maka ia diperbolehkan untuk berbuka, dan wajib bagi mereka
untuk memberi makan setiap hari kepada satu orang miskin. Ini merupakan
pendapat Ali, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Anas, Sa’id bin Jubair, Abu Hanifah,
Ats-Tsauri dan Auza’i. [6]
3.
Orang sakit
yang tidak diharapkan kesembuhannya.
Seperti penyakit yang menahun atau penyakit
ganas, seperti kanker dan yang semisalnya. Telah
gugur kewajiban untuk berpuasa dari dua kelompok ini, berdasarkan dua hal.
Pertama, karena mereka tidak mampu untuk mengerjakannya. Kedua, apa yang telah
diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dalam menafsirkan ayat fidyah seperti yang telah
dijelaskan di muka. Umurnya
sangat tua dan lemah.
"Dan
wajib bagi orang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya),
maka dia membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin"
maka dia membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin"
Berkata Syaikh Abdur
Rahman As Sa’di rahimahullâh di dalam tafsirnya:
“Dan ada pendapat yang
lain, bahwa ayat tersebut maksudnya mereka yang merasa terbebani dengan puasa
dan memberatkan mereka, sehingga tidak mampu mengerjakannya, seperti seorang
yang sudah tua; maka dia membayar fidyah untuk setiap hari memberi makan kepada
satu orang miskin. Dan ini adalah pendapat yang benar” ( Lihat Tafsir As Sa’di, hlm. 69 )
4.
Orang yang sehari-hari kerjanya berat
Orang yang keseharianya kerja berat yang tidak mungkin
mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan. (
dalil sebagaimana oarng sakit yang tidak ada harapan sembuh no 3 ).
0 komentar:
Posting Komentar