Oleh : Misbahuddin al-Afhganie
Mengenal dan memahami uslub dan tata
bahasa arab adalah hal yang sangat pundamental. kenapa ?, karena, eh karena,
memahami uslub dan tata bahasa arab adalah kunci untuk memahami al-Qur’an dan
as-sunnah. dan Al-Qur’an dan as-sunnah
adalah dua warisan agung yang dijadikan sebuah petunujuk untuk manusia
bagaimana mengisi hidup dan kehidupan dengan benar.
Dalam memahami Al-qur’an dan
as-sunnha kita tidak akan terlepas dari ilmu sharaf dan ilmu nahwu. karena dua ilmu tersebut bagaikan ibu dan
bapak. tidak akan terpisahkan. “Ash-shorfu ummul ‘uluum, wan nahwu abuuha”
(Imu sharaf adalah ibu berbagai ilmu, adapun Nahwu adalah bapaknya).
Dalam Ilmu Nahwu jika kita renungkan
dan ekplorasi lebih dalam hikmah yang terkandung dalam istilah-istilah dan
pembahasan-pembahasan. Maka kita akan disguhkan dengan sebuah renungan yang
unik dan menarik. membuat mulut kita berucap denga reflek, “ Ooo..OOOh,
Subhanaallah “.
Filosofis hidup yang terkandung di
dalam ilmu nahwu tidak jauh bedanya dengan sebuah nilai filosofis hidup yang
dihasilkan setelah kita mentafakuri kehidupan semut. ada sebuah nilai kerja
sama, keultena dan sebagainya. tetapi, nilai-nilai filosofis apakah yang terkandung
di dalam imu nahwu ??.
Filosofis hidup yang sangat berharga
untuk generasi muda sebagai agent of change, lebih umum untuk umat islam
seutuhnya. filosofis hidup itu sendiri
di gali dari istilah-istilah dan pembahasan-pembahasan dalam Ilmu nahwu. buka
mata lebar-lebar, buka telinga dan open up your mind !!. Yuk ah..
bereksplorasi lebih dalam ^_^
Filosofish syakal ‘
Dhomah ‘ dengan Rofa’
Dalam ilmu nahwu, “dhommah” adalah
salah satu tanda dari tanda-tanda rofa atau marfu. Secara lafdziah kata
dhommah berarti bersatu. Sedang kata rofa’ berarti tinggi. antara dhomah dan rofa memiliki kolerasi yang
filosofis untuk kehidupan. jika kata dhomah bersatu dan rofa’ adalah tinggi.
maka umat manusia jika bisa bersatu dan dapat mempererat tali ukhuwah maka
niscaya umat itu pasti akan tinggi (rofa) dibadingkan dengan bangsa-bangsa
lain.
Coba “ Intiplah “ sejarah, tidak ada
satu umat pun, tidak ada satu golongan pun yang jika meraka bersatu mereka akan
lemah dan kalah. justru dengan kesatuan dan kebersamaan umat bisa menjadim kuat
dan bisa menguasai peradaban.
Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT :”Bersatulah kalian pada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian berpecah
belah” (Ali Imran: 103). Sementara untuk mendapatkan derajat tinggi harus
memenuhi syarat, di antaranya adalah iman. Firman Allah SWT: “Janganlah kalian
merasa hina dan sedih, padahal kamu tinggi jika kamu beriman (Ali Imran: 139).
Bagaimanakah Tips Dan
Trik Agar Mendapat Derajat Rofa’ dalam
Kehidupan ( Tinggi )
Coba ingat-ingat. isim-isim yang
rofa itu apa saja, ayooo ??. nah betul
!!, isim-isim yang yang masuk katagori rofa ( yang diberi penghargaan tinggi ) adalah
Fail, naib fail, Mubtada, khobar mubtada dan Tawabie marfu, se[erti
sifat ( Na’at ), badal, taukid dan atof.
Jadi ketika kita ingin mendapatkan
kedudukan marfu ( yang di tinggikan derajatnya ) maka kita harus menjalankan
nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalam isim-isim yang marfu
diatas. sepeti nilai filosofis yang
terkandung di dalam fail, naib fail dan lain sebagainya.
Mari simak analisis dan eksporasi
saya .... Yuk Marieee ...
Filosofis Fail
Fa’il adalah subjek, sesuatu yang
menjadi pelaku dalam setiap aksi. fail merupakan penguasa keadaan, bukan yang
dikuasai keadaan. Apabila kita ingin menjadi orang yang dihargai, memilki
kedudukan tinggi dan tidak terhina, maka hendaklah kita berbuat, bekerja dan
berusaha. Yup! untuk mendapatkan kedudukan “ Marfu “ yang ditinggikan maka kita
harus menjadi pelaku, aktor sejarah bukan korban dari sebuah sejarah. Maka
jadilah pribvadi-pribadi yang mengedapankan ACTION dari pada cuap-cuap belaka.
seoarang yang suka bertindak untuk mengukir sejarahnya dengan tinta emas. bukan
pribadi berpangku tangan atau hanya
mengharap belas kasih orang lain. Hanya orang yang aktif, pribadi yang suka
berACTION yang membuahkan karya-karya
dan amal dan menjadi terhormat di lingkungannya. Firman Allah SWT:
“Dan katakanlah (hai Muhammad) :
Bekerjalah kalian! sesungguhnya pekerjaan kalian akan dilihat oleh Allah, RasulNya dan kaum mu’minin” (At
Taubah : 105).
Sabda Nabi Muhammad SAW: “ tangan di atas
(pemberi) lebih baik dari tangan di bawah(peminta)”.
Nash dan Hadits diatasa memberikan
petunjuk agar kita harus menjadi FAIL ( penguasa keadaan ), pribadi yang suka
akan sebuah tindakan nyata demi sebuah perubahan karena mengharap Ridho dari
Allah semata.
Filosofis Naib Fail
Naib fa’il, adalah pengganti dari
Fail, dengan kata lain dia adalah wakil atau pengganti atau mewakili
tugas-tugas pelaku sejarah. Sosok Pribadi ‘ Naib Fail ‘ adalah tipe kedua orang
yang mendapat derajat tinggi. Meskipun ia berkedudukan sebagai wakil, tapi ia
menjalankan pekerjaan yang dilakukan fa’il / pelaku sejarah walau harus menjadi
penderita dalam kedudukannya sebagai kalimat.
Jika kita mengambil sample dari
historis jaman Rasulullah, Rasulullah adalah fail / pelaku sejarah, nah ketika nabi
mendapatkan ancaman pembunuhan dari kaum musrikin, maka hadirlah Ali bin abi
tholib sebagai sosok ‘ naib fail ‘ yang menggantikan nabi untuk tidur di tempat
tidurnya. Pribadi Naib Fail yang yang akan menjadi sosok Fail / pelaku sejarah
masa depan. tidak ada seoarang pemimpin yang dilahirkan secara instan. sebelum
menjadi pemimpin / pelaku sejarah, maka jadilah sosok naib Fail / pengikut yang
baik yang siap berkorban.
Contoh lain adalah para huffadz yang
diutus Rasulullah untuk mengajarkan agama atas permintaan salah satu suku di
jazirah Arab, namun mereka ternyata bukan untuk mengajarkan agama, tetapi
meraka ternyata diundang untuk dibunuh. nasib mereka tragis. para huffadz inilah
sosok ‘naib fail ‘ sebagai pengganti Rasulullah dalam menyi’arkan islam.
walaupun mereka menjadi korban. tetapi mereka akan mendapatkan kedudukan yang
tinggi ( marfu ) disisi Allah.
Filosofis Mubtada’
Mubtada (pioneer), sosok orang yang
pertama melahirkan ide-ide positif kemudian diaplikasikannya di tengah-tengah
masyarakat sehingga berguna bagi kehidupan manusia adalah orang yang pantas
mendapat derajat rofa’ (tinggi). Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda: “
Barang siapa memulai sunnah hasanah (ide positif dan konstruktif) maka baginya
pahala dan pahala orang yang melakukan ide (sunnah) tersebut”. Ada pepatah Arab
mengatakan demikian:
“ Perhargaan itu hanyalah milik
orang pertama memulai, walaupun orang yang datang kemudian dapat melakukannya lebih baik ”
Filosofis Khobar
Mubtada’
Khobar (informasi). Mereka yang memiliki
khobar (informasi) itulah orang yang menguasai. Demikian salah satu ungkapan
dalam ilmu komunikasi. Di dunia ini sebenarnya tidak ada orang yang lebih
banyak ilmunya dari seorang lain. Yang ada adalah karena orang itu lebih banyak
mendapatkan dan menyerap informasi dari lainnya. Membaca buku, apapun buku itu,
sebenarnya kita sedang menyerap sebuah informasi. Dan sebanyak itu informasi
yang kita dapatkan sebesar itu pula kadar maqam kita. Informasi dapat kita
peroleh melalui berbagai cara, termasuk di dalamnya pengalaman.
Semakin banyak informasi, Ilmu dan
wawasan maka derajat kita pasti secara perlahan tetapi pasti akan menempati
derajat ‘ marfu’/ ditinggikan derajatnya. Sebagaimana firman Allah swt :
“Allah akan mengangkat orang-orang
yang beriman di antara kamu dan mereka yang diberi
ilmu dengan beberapa derajat” (Al Mujadalah: 11).
Filosofis Tawabi Lil
Marfuat
Tawabi’ Marfu’ , tawabi Lil Marfu’at
adalah isim atau fill yang mengikuti isim atau fiil yang didepan yang marfu’.
pelajaran apa yang bisa diambil dari ‘tawabie lil Marfuat ini ?. dalam
kehidupan nyata, Tawabi’ lil marfuat ini adalah Mereka yang mengikuti jejak
langkah orang yang mendapat derajar tinggi. Jelas, siapa saja yang mengikuti
langkah dan perjuangan mereka yang mendapat derajat tinggi ( Marfu’) , maka
mereka akan dihargai. Sebagaimana Allah berfirman:
“ Sesungguhnya
pada diri Rasulullah (Muhammad) terdapat teladan yang baik. “
(QS Al-Ahzâb [33]: 21)
(QS Al-Ahzâb [33]: 21)
Ayat diatas menegaskan kepada kita
untuk mengikuti Rasulullah yang telah mendapatkan maqoman mahmuda (kedudukan
terpuji) di sisi Allah agar kita mendapat hal yang sama di sisiNya.
Ada Apa dengan tanda
kasroh ??
Berpecah Belah Adalah
Kerendahan
Tanda kasroh dalam ilmu nahwu adalah
salah satu tanda hukum khofadh. Secara harfiah, kata kasroh bermakna pecah atau
perpecahan. Sedangkan kata khofadh bermakna kerendahan atau kehinaan. Dengan
demikian suatu umat akan mengalami kerendahan dan kehinaan apabila mereka
melakukan perpecahan, tidak bersatu dan tidak berukhuwah. Wajar saja bila para
musuh menyantap dengan lahapnya kekayaan kaum (muslimin) disebabkan mereka
tidak mau bersatu dan menjaga persatuan. Inilah yang pernah dikhawatirkan oleh
Nabi Muhammad SAW empat belas abad lalu, tatkala beliau menyatakan bahwa suatu
saat umat Islam akan menjadi santapan umat lain seperti srigala sedang
menyantap makanan. Para sahabat bertanya: “Apakah saat itu jumlah kita sedikit
?” Rasul menjawab: “Tidak, justru kalian saat itu menjadi mayoritas, tapi
kualitas kalian seperti buih. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut dari musush-musuh
kalian kepada kalian dan Allah akan mencampakkan dalam diri kalian penyakit
al-wahan”. Sahabat bertanya: “apakah penyakit al-wahan itu?” Rasul SAW
menjawab: “cinta dunia dan takut mati”.
Dengan penyakit itulah, umat Islam
mengalami perpecahan. Sebab yang diperjuangkan bukan lagi agama mereka, tetapi
materi dan keduniaan yang pada akhirnya tidak lagi mengindahkan kekompakkan dan
persatuan di antara sesama ummat Islam.
Di samping itu sifat buih, seberapa
banyak dan sebesar apapun, ia akan terombang-ambing oleh angin yang meniupnya.
Itulah tamsil umat Islam yang tidak memperkokoh persatuan.
Faktor ‘Khofad (
Kerendahan ) Adalah Penyebab ‘ Kasroh ‘ (Perpecahan )
Hal inilah yang diisyaratkan oleh
Al-Sonhaji, bahwa penyebab segala isim (nama) menjadi makhfudh (rendah dan
hina) adalah karena tunduk dan ikut-ikutan terhadap huruf khofad (faktor
kerendahan). Atau dalam istilah nahwu lain, isim menjadi majrur (objek yang
terseret-seret/mengikuti arus) karena disebabkan mengikuti huruf jar (faktor yang
menyeret-nyeretnya) .
Karena itu, hendaknya ummat Islam
selalu menjadi ikan hidup di tengah samudera. Meskipun air samudera terasa
asin, namun sang ikan hidup tetap terasa tawar. Sebaliknya, jika ummat ini
bagaikan ikan mati, maka ia dapat diperbuat apa saja sesuai keinginan orang
lain. Bila diberi garam ia akan menjadi ikan asin dan lain sebagainya.
Berusahalah, Maka
Jalan Akan Terbuka
Dalam kaidah ilmu nahwu, di antara
tanda nashob adalah fathah. Secara lafdziah, kata nashob bermakna bekerja
dan berpayah-payah. Sedang kata fathah bermakna terbuka. Dalam hal
ini, maka mereka yang mau bekerja dan berupaya serta berpayah-payah (nashob)
dalam usaha, maka mereka akan mendapatkan jalan yang terbuka (fathah). Sesulit
apapun problem yang dihadapi, jika berusaha dan berpayah-payah untuk
mengatasinya, maka insya Allah akan menemukan jalan keluarnya. Oleh karena itu
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang
yang berbuat di antara kalian dari laki-laki dan wanita”. (Ali Imran: 195).
Dalam Kitab Diwan As-Syafi’i. Imam Syafi’i
pernah menulis bait syair sebagai berikut:
سافر تجد عوضا عمن تفارقه # وانصب فان لذيذ العيش فى النصب
اني رأيت وقوف الماء يفسده # ان سال طاب وان لم يجري لم يطب
Pergilah bermusafir, maka anda
akan dapatkan pengganti orang yang anda tinggalkan ; Bersusah payahlah !,
karena kenikmatan hidup ini didapat dengan bersusah payah (nashob). Sungguh
Aku Menyaksikan Mandeg-Nya Air Dapat Merusakkan Dirinya ; Namun Bila Ia
Mengalir Ia Menjadi Baik. Dan Jika Menggenang Ia Jadi Tidak Baik.
Dalam bait syair ini, Imam Syafi’i
ingin menegaskan, bahwa orang yang berpangku tangan dan tidak mau bekerja keras
akan menjadi rusak, bagaikan rusaknya air yang tergenang sehingga menjadi
comberan yang kotor dan bau. Sebaliknya, bila ia mau bersusah payah dan
bergerak maka ia bagaikan air jernih yang mengalir. Indahnya kenikmatan hidup
ini terletak pada bersusah payah.
Bahkan al-Quran mengisyaratkan
kepada kita untuk tidak berpangku tangan di tengah waktu-waktu senggang kita.
Bila usai melakukan satu pekerjaan, cepatlah melakukan hal lain. Firman Allah
SWT:
فاذا فر غت فا نصب
“Dan jika kamu
selesai (melakukan tugas), maka lakukanlah tugas lain (nashob)” (Al Insyiroh:
7).
Kepastian Akan
Menimbulkan Rasa Tenang
Kaidah lain yang terdapat dalam ilmu
nahwu adalah, bahwa di antara tanda jazm adalah sukun. Secara lafdziah, kata
jazm bermakna kepastian. Sedang kata sukun berarti ketenangan. Ini
mengajarkan kepada kita, bahwa kepastian (jazm) akan melahirkan rasa ketenangan
(sukun). Orang yang tidak mendapatkan kepastian dalam suatu urusan biasanya
akan merasakan kegelisahan. Sebagai contoh seorang remaja yang ingin melamar
seorang gadis kemudian tidak mendapatkan kepastian, dia akan mengalami
kegelisahan. Demikian juga orang yang hidupnya sendiri, ia tidak mendapatkan
ketenangan. Oleh karena itu Allah SWT mengisyaratkan kita agar mempunyai teman
pendamping dalam hidup ini agar mendapat ketenangan. Firman Allah SWT:
ومن
آياته ان خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا اليها
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan Allah adalah Ia menjadikan bagimu pasangan dari jenismu
(manusia) agar kalian merasa tenteram kepadanya” (Ar Rum: 21).
Demikianlah beberapa filosofis
kehiupan yang digali dari beberap istilah dan kaidah-kaidah dalam ilmu
nahwu. mudah-mudahan bisa membawa
pencerahan, dan bisa menambah semangat kita dalam menggali uslub dan tata
bahasa arab sebagai gerbang untuk menikmati ‘ selancar ‘ jiwa dalam lautan ilmu
dan hikmah Al-Qur’an dan as-sunnah. Wallahu A’lam Bishowwab.
0 komentar:
Posting Komentar